Pustaha Batak


Naskah kuno merupakan salah satu peninggalan budaya masa silam yang perlu dilestarikan. Namun bagi kita anak bangsa, akan sulit menemukan Naskah-Naskah kuno Nusantara secara utuh di Bumi Nusantara. Hal ini selain minimnya kepedulian untuk mengapresiasikan dan melestarikannya, juga dikarenakan banyak naskah kuno asal Indonesia bermukim di mancanegara sejak ratusan tahun lalu. Pada Komunitas Batak yang mempunyai beberapa etnis, seperti Mandailing, Simalungun, Karo, Pakpak, Angkola serta Batak Toba di Sumatera Utara, mempunyai naskah kuno yang ditulis pada lembaran kayu ulim yang panjang berlipat-lipat dengan tinta mangsi yaitu hasil tampungan asap dari pembakaran kayu jeruk purut dengan pena bulu ayam, atau campuran bahan getah sona, air tebu, dawat, air getah unte hajor, bunga sapa, air jahe, merica serta minyak; ada juga dari bahan lain seperti bambu sebagai pengganti kertas. Naskah Kuno inilah yang disebut PUSTAHA LAKLAK dengan memakai aksara batak dengan tahun penulisannya tidak diketahui.Didalam Pustaha Laklak memuat banyak aturan yang tentunya bernorma pada kepercayaan Sipelebegu dan sebagainya yang merupakan kepercayaan asli Orang Batak.

Kepercayaan Orang Batak meyakini adanya Sang Ilahi dengan sebutan Debata (Naibata menurut Dialek Simalungun, yang mungkin saja sama dengan Dewata) dengan meyakini adanya 3 Dimensi Alam yaitu Banua Ginjang yaitu Dimensi Ilahiah , Banua Tongah yaitu Dimensi Korelasi Insani & Makhluk Hidup lainnya serta Banua Toru(h) yaitu Dimensi Spiritual. Ketiganya tersimbol dalam Tondi (tonduy menurut dialek simalungun; merupakan spirit dari pada seluruh semangat), Sahala (merupakan power dari pada seluruh kekuatan) dan Begu ( merupakan simbol kegaiban). Pustaha Laklak banyak memuat aturan-aturan mengenai mobilitas orang Batak masa itu; kita ambil contoh saja mengenai Keparanormalan dan Pengobatan Tradisi.

Masyarakat Rumpun Batak, dahulu, menggunakan tulisan hanya untuk:
1. Ilmu Supranatural (Hadatuon)
2. Surat (kebanyakan bentuk surat ancaman)
3. Bagi Orang Karo, simalungun dan Angkola-Mandailing, ada ditemukan karya Sastra berbentuk Ratapan (Orang Karo menyebutnya Bilang-Bilang, Simalungun: Suman-Suman, Tangis-tangis, Angkola-Mandailing: Andung), Karya Sastra berbentuk ratapan ini biasa ditulis pada wadah bambu atau lidi tenun.

Prihal ilmu Supranatural (Hadatuon), dalam Pustaha Laklak bisa kita kelompokkan berbagai Ilmu-Ilmu Supranatural Batak, sebagai berikut:

1. Pangulubalang
2. Tunggal Panaluan
3. Pamunu Tanduk
4. Pamodilan/Tembak
5. Gadam
6. Pagar
7. Sarang Timah
8. Simbora
9. Songon
10. Piluk-piluk
11. Tamba Tua
12. Dorma
13. Paranggiron
14. Porsili
15. Ambangan
16. Pamapai Ulu-ulu
17. Ramalan Perbintangan , seperti: Pormesa na Sampulu Duwa, Panggorda na Ualu, Pehu na Pitu, Pormamis na Lima, Tajom Burik, Panei na Bolon, Porhalaan, Ari Rojang, Ari na Pitu, Sitiga Bulan, Katika Johor, Pangarambui dan lain-lain
18. Ramalan memakai Binatang, seperti: Aji Nangkapiring, Manuk Gantung, Aji Payung, Porbuhitan, Gorak-gorahan Sibarobat dan lain-lain
19. Ramalan Rambu Siporhas, Panambuhi, Pormunian, Partimusan, Hariara masundung di langit, Parsopouan, Tondung, Rasiyan, dan sebagainya.

Banyak kita temukan ilmu untuk menyerang musuh dan santet. bisa dalam bentuk racun ataupun ilmu lainnya. Kita contohkan saja:

PANGULUBALANG,
yaitu washilah yang dijadikan hulubalang Sang Datu (Dukun) untuk menghancurkan musuh dan mahluk gaib lainnya.
Seorg anak kecil diculik, lalu diasuh oleh si Datu. Segala maunya dituruti asal bisa patuh. Pada saat yang ditentukan, kemudian sianak dikorbankan, dgn cara dimasukkan kedalam mulutnya berupa cairan timah yang mendidih. Kemudian mayatnya dipotong-potong dan dicampur dgn beberapa ramuan dan dibiarkan membusuk. Air fermentasi yang keluar dari mayat anak tadi disimpan didalam cawan, lalu sisanya dibakar untuk mendapatkan abunya. Untuk memanggil Sianak yang sudah dikorbankan tadi, disiapkanlah patung. Patung inilah yg disebut Pangulubalang. Patung ini berfungsi untuk penolak bala, sedang datu bisa memanfaatkannya untuk disuruh menyerang musuh, berupa santet.

TUNGGAL PANALUAN,
berupa tongkat sakti yang dimiliki Datu-datu Batak, diyakini bahwa tongkat ini hidup dan bisa disuruh.

PAMUNU/PEMBUNUH TANDUK,
ilmu yg berfungsi untuk menetralkan ilmu kiriman lawan. bisa juga digunakan untuk menyerang musuh. ini berupa tanduk.

PAMODILAN/TEMBAK,
adalah ilmu yg digunakan untuk menembak musuh baik dengan menggunakan senjata (bodil) maupun dengan syarat atau tabas-tabas (mantra) tanpa menggunakan senjata.

GADAM,
ilmu racun sehingga kulit musuh akan seperti penderita kusta.

PAGAR (PENOLAK BALA),
Okultisme Batak ini, dibuat dari berbagai bahan dengan waktu dan cara pembuatannya yg sangat mengikuti prosesi ritual. Biasanya menggunakan ayam, lalu bahan dibawa ke tempat yang dianggap keramat (sombaon, sinumbah).
Dibutuhkan waktu berminggu-minggu untuk membuat ramuan Pagar ini. Ramuan ditumbuk halus seperti pasta atau bubuk yg disimpan dalam Naga Morsarang (tanduk kerbau yg berukir).
“Pagar hami so hona begu so hona aji ni halak”, ini contoh tabas (mantra) yang digunakan.
Penggunaan penolak bala ini, biasanya diberikan pada pasien perorangan ataupun kolektif, seperti; Pagar Panganon (Ilmu tolak bala berupa makanan yg wajib dimakan pasien), Pagar Sihuntion (dijunjung atau digantung oleh perempuan hamil), Pagar ni halang ulu modom ( Digantung didekat tempat tidur org yg sakit), Pagar Sada bagas (Tolak bala sekeluarga), Pagar Sada huta (Ruwatan Kampung).

AZIMAT,
Dulu Orang Batak akan lebih ‘pede’ jika pakai jimat. Kontribusi Aceh, Melayu Sumatera Timur dan Minangkabau sangat besar terhadap keberadaan jimat bagi Orang Batak. Simbora adalah azimat asli Batak yang terbuat dari timah hitam.
Selain itu, kita temukan juga azimat dari gigi binatang; seperti harimau, beruang. Ada juga jimat agar tidak mempan peluru yg biasa terbuat dari tulang kerbau yg dirajahi; azimat ini disebut Sarang Bodil atau Sarang Tima.

SONGON/POHUNG/PILUK-PILUK,
Adalah sejenis patung (gana-gana) yang diletakkan di ladang untuk melindungi dari pencuri.
“Surung ma ho Batara Pangulubalang ni pohungku, ama ni pungpung jari-jari, ina ni pungpung jari-jari, Batara si pungpung jari. Surung pamungpung ma jari-jari ni sitangko sinuanku onon, surung bunu”, ini adalah mantra (tabas) Pohung agar pencuri menjadi lumpuh jari-jarinya, bahkan mati.

Dalam kajian saya mengenai Pustaha Laklak Simalungun, sebagian besar membahas dunia metafisis ala Simalungun seperti Tabas-tabas (mantera - mantera), Takkal ni Bisa ( Penawar Racun/santet dan tata cara meracun/santet), Pulungan (Jamu-jamuan), Panjahaion Ompak ni Ipon (Pelajaran Memprediksi dgn serpihan gigi), Panjahaion Parsopoan (Pelajaran Fengshui ala simalungun), Rajah, hari baik dan sebagainya.

Disini saya menukil hanya sekelumit contoh tentang isi Pustaha Laklak simalungun, misalnya:

1. Tentang Fengshui:

“Jaha sopo iholang-holang batang-batang sada, janah abing reben i desa otara Rohma naosuman bani oppungni sopou, matean oppung ni sopo ale amang datu.
Jaha sopou ipajongjong bani suhi-suhi dalan nabolon topat bani topi dalan, rohma nasosuman bani oppunganni sopou inon. Buei marsilaosan begu monggop bani sopou inon, matean oppungni sopou inon”.

kira-kira bermakna:
“Jika sebuah bangunan didirikan diapit balok besar, satu diantara balok terletak pada kemiringan disebelah utara bangunan, pemiliknya tidak akan berhoki.
Jika bangunan ditepi jalan raya pada posisi sudut jalan umum, maka pemilik akan ditimpa musibah karena banyak dilintasi energi negatif”.

2. Tentang Santet:

Memakai bahan kulit Harimau, Tanah Kuburan dari Pusara yg baru satu hari, kulit Musang, Tali Pengikat Senjata Tajam, Buah Enau yg berjatuhan dan Pucuk kain Pangulu Balang.
semua Bahan disatukan dan dimasukkan kedalam Labu Muda sebagian, dan sebagian disatukan dengan kulit Harimau serta sebagian untuk bahan taburan. Lalu Manterai dan kemudian disemburkan pada bahan kulit Harimau dan Labu Muda:
“surung maho botara ni pangulu balang nina gurunghu, pangulu balang ni pagar pangorom, amani si porhas manoro, inani si porhas manoro botara porhas manoro, surung porhas manoro dihosah ni musuhu…., surung bunuh ni…..surung ma ho botara pangulu balang nina gurunghu”

3. Tentang Pelet:

Salah satu cara pelet dengan ramuan yaitu menggunakan bahan yang melekat pada kayu, yang melekat pada batu, yang melekat di pohon enau, pada lumpang, serta segala sesuatu yang bersifat lengket. Seluruh bahan digiling halus.

abjad-simalungun

Pustaha Laklak memakai bahasa dan Aksara Batak. Aksara Batak yang mempunyai ciri-ciri tersendiri antara Batak Toba, Simalungun, Karo, Pakpak, Mandailing/Angkola (di Simalungun disebut Puang ni Surat Sapuluh Siah krn berjumlah 19 huruf) seperti gambar diatas tampak 19 huruf Simalungun itu yaitu:

A, Ha, Ba, Pa, Na, Wa, Ga, Ja, Da, Ra, Ma, Ta, Sa, Ya, Nga, La, I, U dan Nya.

Untuk membentuk menjadi satu kata, terkadang dibutuhkan pangolat ( anak huruf sebagai tanda baca), seperti dlm contoh: kata “Ki Sawung”, dibutuhkan huruf Ha (bs bermakna Ka), huruf Sa, Wa dan Nga. Huruf Ha diberi anak huruf agar berbunyi Ki, Sa tetap, huruf Wa dan Nga diberi anak huruf kemudian di gabungkan karena bersuku kata sama sehingga berbunyi WUNG.

Dalam sebuah Pustaha laklak Simalungun, ada Tabas (mantra) yang menggunakan Bahasa Huruf, begini bunyi mantranya:

“A, Ha, Ba, Pa, Na, Wa, Ga, Ja, Da, Ra, Ma, Ta, Sa, Ya, Nga, La, I, U, Nya, harannya hita sabapa sainang sanawa, nini pormula jadi ni surat sapulu siyah, samula, sumili yah na ho begu, sumala sumili, yah ho aji ni halak. Borkat ma hamu Guru Sinalisi, na miyan Naibata diyatas, borkat mahamu Guru Siniyaman, na miyan Naibata ditongah, borkat ma hamu Guru Mangontang Dunia, na miyan Naibata ditoruh, harannya ham na mampogang hanami manusiya, pogang begu, pogang aji ni halak, iya ma tuwanku jungjunganku”.

Mantera ini untuk menjauhkan kejahatan dan guna-guna.

Diyakini, Aksara Simalungun ini memiliki pemimpin-pemimpin gaib, dalam pustaha laklak diterangkan nama - nama pemimpin2 gaibnya yaitu:

RAJA I DABIYA, TUAN DIBORAKU, ASAL NABU, SITUNAGORI, TUWAN NABI ALLI, ALAM SADIYA, ALAM SADIA SAH, ALAM JAHARI, TUWAN MARJANDIHI, RAJA SIPORAT NANGGAR, RAJA ENDAH DUNIYA, RAJA DI PUSUK SUNGEI, TUWAN NABI ALI MUHAMMAD, TUWAN SI NAHAR NANGKIR, OMPUNG ANGLAH TAALA, PUWANG AJI BORAIL.

Bagi murid-murid yang belajar dunia spiritual Simalungun, dianjurkan untuk menghormati pimpinan-pimpinan gaib dari abjad diatas, dengan ritual khusus yg menyediakan sesaji berupa Ayam Merah yang disusun diatas daun dan diletakkan di tikar yang masih baru, sira pege yaitu cocolan garam, lada dan jahe 7 iris, bunga kembang sepatu 7 tangkai. Semua bahan ini dilingkari dengan benang putih. Masih dalam pustaha laklak, bahan diatas dilengkapi dengan nira, air, rudang, minyak saloh, beras sangrai yang dibuat tepung, 19 lembar sirih, kue nitak (tepung beras dicampur gula aren) serta huruf-huruf yang telah disediakan.

Seluruh murid mengelilingi tikar tempat sesaji dan huruf yang diletakkan, lalu sang guru membacai mantra:
“Borkat ma hamu RAJA I DABIYA, Borkat ma hamu TUAN DIBORAKU, Borkat ma hamu ASAL NABU, Borkat ma hamu SITUNAGORI, Borkat ma hamu TUWAN NABI ALLI, Borkat ma hamu si ALAM SADIYA, Borkat ma hamu si ALAM SADIA SAH, Borkat ma hamu si ALAM JAHARI, Borkat ma hamu TUWAN MARJANDIHI, Borkat ma hamu RAJA SIPORAT NANGGAR, Borkat ma hamu RAJA ENDAH DUNIYA, Borkat ma hamu RAJA DI PUSUK SUNGEI, Borkat ma hamu TUWAN NABI ALI MUHAMMAD, Borkat ma hamu TUWAN SI NAHAR NANGKIR, Borkat ma hamu OMPUNG ANGLAH TAALA, Borkat ma hamu PUWANG AJI BORAIL, harannya ham Puwang ni Surat Sapuluh Siyah, na mannaikhon hosah, iya Tuwanku Jungjunganku” .

Lalu murid disuruh memilih huruf yang disukainya secara intuitif. huruf inilah yang bisa dijadikannya sebagai washilah berupa jimat dan sebagainya untuk menyatukan diri dengan alam gaib. huruf yang dipilih bisa di jadikan mantra handalan. Dalam Pustaha Laklak, ada beberapa mantra yang digunakan dengan membaca huruf yang dipilih tadi, membacanya dengan mandoding yaitu bersenandung; misalnya untuk Pagar Pertahanan.

rajah-abc

Di dalam pustaha laklak juga banyak memuat rajah-rajah untuk kepentingan ritual supranatural. di gambar atas ada beberapa contoh rajah yang bisa dipergunakan, yaitu: pada gambar (a), (b) & (c) adalah merupakan rajah pulungan ni bulung-bulung tawar atau ramuan daun-daun tawar yang saya kutip dari Pustaha Laklak Simalungun. Rajah (a) berfungsi untuk menyerang paranormal yang membuat seseorang lama berumah tangga, Rajah (b) untuk meminta bantuan gaib Tuan Sordibanua, Rajah (c) ditulis di daun kincung untuk penghukum dan sekaligus bisa untuk pengasih, sedang Rajah (d) yang saya kutip dari Pustaha Laklak Simalungun adalah berfungsi untuk santet.

Rajah-rajah dalam Pustaha Laklak, merupakan ornamen indah bergaya Batak, namun ada juga pengaruh kebudayaan non-Batak, seperti unsur Melayu-Islam. Coba kita amati beberapa Rajah Simalungun berikut, yang saya ambil dari sebuah Pustaha Laklak Simalungun:

rajah-simalungun

Disamping memuat hal ikhwal Supranatural dan pengobatan, Pustaha Laklak juga memuat hal lain; seperti Pustaha simalungun “Parpadanan na Bolag” yang mengisahkan asal usul marga Damanik sebagai Penguasa Dinasti Nagur. Pustaha ini mungkin saja ditulis oleh pejabat kerajaan atau bisa saja ditulis orang luar kerajaan pada masa atau akhir keruntuhan kerajaan pada penghujung abad XIV, kesemuanya bertujuan Habonaron do Bona yaitu Kebenaranlah yang mesti ditegakkan.

Partuturan Ni Halak Batak










1. Ahu = aku, saya
2. Anak = anak laki-laki
3. Amang >damang >damang parsinuan =ayah, bapak.

4. Amang, sapaan umum menghormati kaum laki-laki.
5. Amanta >amanta raja, dalam sebuah acara pertemuan.
6. Amanguda, adik laki-laki dari ayah kita.
7. Amanguda, suami dari adik ibu kita.
8. Amangtua, abang dari ayah kita.
9. Amangtua, suami dari kakak ibu kita sendiri.
10. Amanguda/amangtua, suami dari pariban ayah kita.
11. Angkang = abang. Angkangdoli, abang yang sudah kawin.
12. Angkang boru, isteri abang. Kakak yang boru tulang kita.
13. Anggi, adik kita (lk), adik (pr) boru tulang kita.
14. Anggi doli, suami dari anggiboru. Adik (lk) sudah kawin.
15. Anggiboru, isteri adik kita yang laki-laki.
16. Amangboru, suami kakak atau adik perempuan ayah kita.
17. Amangtua/inangtua mangulaki, ompung ayah kita.
18. Ama Naposo, anak (lk) abang/adik dari hula-hula kita.
19. Angkangboru mangulaki, namboru ayah dari seorang perempuan.
20. Ampara, penyapa awal sealur marga, marhaha-maranggi.
21. Aleale, teman akrab, bisa saja berbeda marga.
22. Bao, amangbao, suami dari eda seorang ibu.
23. Bao, inangbao, isteri dari tunggane kita (abang/adik isteri).
24. Bere, semua anak (lk + prp) dari kakak atau adik prp kita.
25. Bere, semua kakak/adik dari menantu laki-laki kita.
26. Boru, semua pihak keluarga menantu lk kita / amangboru.
27. Boru, anak kandung kita (prp) bersama suaminya.
28. Borutubu, semua menantu (lk) / isteri dari satu ompung.
29. Boru Nagojong, borunamatua, keturunan namboru kakek.
30. Boru diampuan, keturunan dari namboru ayah.
31. Bonatulang, tulang dari ayah kita.
32. Bona niari, tulang dari kakek kita.
33. Bonaniari binsar, tulang dari ayah kakek kita.
34. Damang = ayah = bapak

35. Damang, sebutan kasih sayang dari anak kepada ayah mereka.
36. Damang, digunakan juga oleh ibu kepada anaknya sendiri.
37. Dainang, sebutan kasih sayang anak kepada ibu mereka.
38. Dainang, digunakan uga oleh ayah kepada anak perempuannya.
39. Daompung, baoa+boru, kakek atau nenek kita.
40. Datulang, sebutan hormat khusus kepada tulang.
41. Dahahang (baoa+boru), abang kita atau isterinya.
42. Dongan saboltok, dongan sabutuha (sebutan lokal).
43. Dongantubu, abang adik, serupa marga.
44. Dongan sahuta, kekerabatan akrab karena tinggal dalam satu huta.
45. Dongansapadan, dianggap semarga karena diikat oleh padan/janji.
46. Eda, kakak atau adik ipar antar perempuan.
47. eda, sapa awal antara sesama wanita.
48. Hahadoli, sebutan seorang isteri terhadap abang (kandung) suaminya.
49. Haha doli, abang dari urutan struktur, dapat juga tidak semarga lagi.
50. Haha = abang. No. 48 & 49, berbeda sekali artinya.
51. Hahaboru, isteri abang kita, yang dihormati.
52. Haha Ni Hela, abang dari mantu kita.
53. Haha Ni Uhum, paling tua dalam silsilah sekelompok.
54. Hula-hula, keluarga abang/adik dari isteri kita.
55. Hela, menantu (lk) kita sendiri.
56. Hela, juga terhadap suami anak abang/anak adik kita.
57. Hami, sebutan kita terhadap pihak sebelah kita sendiri.
58. Hamu, sebutan atas pihak lawan bicara.
59. Hita, menunjuk kelompok kita sendiri.
60. Halak, menunjuk kepada kelompok orang lain.
61. Ho, kau, terhadap satu orang tertentu, tutur bawah kita.
62. Halak i, dihormati karena pantangan, terhadap bao, parumaen.
63. Ibebere, keluarga dari suami bere kita yang perempuan.
64. Ito, iboto, kakak atau adik perempuan kita, serupa marga.
65. Ito, tutur sapa awal dari lk terhadap prp atau sebaliknya.
66. Ito, panggilan kita kepada anak gadis dari namboru.

67. Iba, = ahu, saya.
68. Ibana, dia, penunjuk kepada seseorang yang sebaya kita.
69. Inang=dainang, ibu. Juga sebutan kasih kepada puteri kita.
70. Inang(simatua)=ibu mertua.
71. Inangbao, isteri dari hula-hula atau tunggane kita.
72. Inanta, sebutan penghormatan bagi wanita, sudah kawin.
73. Inanta soripada, kaum ibu yang lebih dihormati dalam acara.
74. Inanguda, isteri dari adik ayah. Ada juga inanguda marpariban.
75. Inangtua, isteri dari abang ayah. Juga inangtua marpariban.
76. Inangbaju, semua adik prp dari ibu kita, belum kawin.
77. Inangnaposo, isteri dari paraman/amangnaposo kita.
78. Indik-indik, cucu dari cucu prp kita. Sudah amat jarang ada.
79. Jolma, jolmana, = isterinya. Jolmangku = isteriku.
80. Lae, tutur sapa anak laki-laki tulang dengan kita (lk).
81. Lae, tutur sapa awal perkenalan antara dua laki-laki.
82. Lae, suami dari kakak atau adik kita sendiri (lk)
83. Lae, anak laki-laki dari namboru kita (lk)
84. Maen, anak-gadis dari hula-hula kita.
85. Marsada inangboru, abang adik karena ibu kita kakak-adik.
86. Namboru, kakak atau adik ayah kita. Sudah kawin atau belum.
87. Nantulang, isteri dari tulang kita.
88. Nasida, penunjuk seseorang yang dihormati. Atau = mereka.
89. Nasida, halk-nasida, amat dihormati karena berpantangan.
90. Natoras, orangtua kandung. Angkola = natobang.
91. Natua-tua, orangtua yang dihormati. Misalnya: amanta natua-tua i.
92. Nini, anak dari cucu laki-laki.
93. Nono, anak dari cucu perempuan kita
94. Ondok-ondok, cucu dari cucu laki-laki kita. Sudah jarang.
95. Ompung, ompungdoli, ompung suhut, ayah dari bapak kita.
96. Ompungbao, daompung, orangtua dari ibu kandung kita.
97. Ompungboru, ibu dari ayah kita.
98. Pahompu, cucu. anak - anak dari semua anak kita.
99. Pinaribot, sebutan penghormatan kepada wanita dalam acara.
100.Paramaan, anak (lk) dari hula-hula kita.
101.Parboruon, semua kelompok namboru atau menantu (lk) kita.
102.Pargellengon -idem- tetapi lebih meluas.
103.Parrajaon, semua kelompok dari hula-hula dan tulang kita.
104.Pariban, abang-adik karena isteri juga kakak-beradik.
105.Pariban, semua anak prp dari pihak tulang kita.
106. Pariban, anak perempuan yang sudah kawin, dari pariban mertua perempuan.
107. Parumaen = mantu prp. isteri anak kita.
108. Pamarai, abang atau adik dari suhut utama, orang kedua.
109. Rorobot, tulangrorobot, tulang isteri (bukan narobot).
110.Sinonduk = suami. Parsonduk bolon = isteri, pardijabu.
111.Simatua doli dan simatua boru = mertua lk dan prp.
112.Simolohon = simandokhon = iboto, kakak atau adik lk.
113.Suhut, pemilik hajatan. Paidua ni suhut, orang kedua.
114.Tulang, abang atau adik dari ibu kita.
115.Tulang/nantulang, mertua dari adik kita yang laki-laki.
116.Tulang naposo = paraman yang sudah kawin.
117.Tulang Ni Hela, tulang dari pengantin laki-laki.
118.Tulang/nantulang mangulaki, panggilan cucu kepada mertua.
119.Tunggane, semua abang dan adik (lk) dari isteri kita.
120.Tunggane, semua anak laki-laki dari tulang kita.
121.Tunggane doli, amang siadopan, amanta jabunami = suami
122.Tunggane bour, inang siadopan, pardijabunami, = isteri.
123.Tunggane huta, raja dalam sebuah huta, kelompok pendiri huta.
124.Tuan doli = suami.
125.Tuan boru = isteri.

Pembagian Waktu Orang Batak

Tingiki Na Lima

Dalam Bahasa Batak, ada istilah yang menyatakan waktu (jam) dalam hari. Dalam bahasa batak di kenal istilah “tingki na lima“:
  • “Sogot” adalah antara pukul 05.00 s/d pukul 07.00 pagi
  • “Pangului” adalah antara pukul 07.00 s/d pukul 11.00 pagi
  • “Hos” adalah antara pukul 11.00 s/d pukul 13.00 siang
  • “Guling” adalah antara pukul 13.00 s/d pukul 17.00 sore
  • “Bot” adalah antara pukul 17.00 s/d pukul 18.00 petang

Penunjukan Jam Batak

  • Jam 01 : Haroro NI Panakko
  • Jam 02 : Tahuak Manuk Sahali
  • Jam 03 : Tahuak Manuk Dua Hali
  • Jam 04 : Buha-Buha Ijuk
  • Jam 05 : Torang Ari
  • Jam 06 : Binsar Mata Ni Ari
  • Jam 07 : Pangului
  • Jam 08 : Turba
  • Jam 09 : Pangguit Raja
  • Jam 10 : Sagang Ari
  • Jam 11 : Huma Na Hos
  • Jam 12 : Hos / Tonga Ari
  • Jam 13 : Guling
  • Jam 14 : Guling Dao
  • Jam 15 : Tolu Gala
  • Jam 16 : Dua Gala
  • Jam 17 : Sagala
  • Jam 18 : Mate Mata Ni Ari
  • Jam 19 : Samon
  • Jam 20 : Hatiha Mangan
  • Jam 21 : Tungkap Hudon
  • Jam 22 : Sampe Modom
  • Jam 23 : Sampe Modom Na Bagas
  • Jam 24 : Tonga Borngin

Penunjukan Hari dalam Batak

Dalam bahasa batak dikenal juga istilah hari dalam bulan. Jika dalam bulan ada 30 hari maka setiap hari tersebut ada istilahnya / bahasa bataknya, sbb:
  • Hari ke-1 : Artia
  • Hari ke-2 : Suma
  • Hari ke-3 : Anggara
  • Hari ke-4 : Muda
  • Hari ke-5 : Boraspati
  • Hari ke-6 : Singkora
  • Hari ke-7 : Samisara
  • Hari ke-8 : Antian ni aek
  • Hari ke-9 : Suma ni mangadap
  • Hari ke-10 : Anggara Sampulu
  • Hari ke-11 : Muda ni mangadap
  • Hari ke-12 : Boraspati na tanggok
  • Hari ke-13 : Singkora Purnama
  • Hari ke-14 : Samisara Purnama
  • Hari ke-15 : Tula
  • Hari ke-16 : Suma ni Holon
  • Hari ke-17 : Anggara ni holon
  • Hari ke-18 : Muda ni holon
  • Hari ke-19 : Boraspati ni holon
  • Hari ke-20 : Singkora mora turun
  • Hari ke-21 : Samisara mora turun
  • Hari ke-22 : Antian ni anggora
  • Hari ke-23 : Suma ni mate
  • Hari ke-24 : Anggara ni begu
  • Hari ke-25 : Muda ni mate
  • Hari ke-26 : Boraspati na gok
  • Hari ke-27 : Singkora duduk
  • Hari ke-28 : Samisara bulan mate
  • Hari ke-29 : Hurung
  • Hari ke-30 : Ringkar
Perhitungan hari dalam satu bulan adalah 29 hari dan 30 hari berselang satu bulan.

Penunjukan Bulan dalam Batak:

  1. Sipahasada
  2. Sipahadua
  3. Sipahatolu
  4. Sipahaopat
  5. Sipahalima
  6. Sipahaonom
  7. Sipahapitu
  8. Sipahaualu
  9. Sipahasia
  10. Sipahasampulu
  11. Li
  12. Hurung
 Satu kali dalam empat tahun ada bulan ketigabelas namanya: Lamadu
 

Umpama dohot Umpasa







Dijolo raja sieahan, dipudi raja sipaimaon
(Hormatan do natua-tua dohot angka raja).

Sada silompa gadong dua silompa ubi,
Sada pe namanghatahon Sudema dapotan Uli.

Pitu batu martindi sada do sitaon nadokdok
(Unang maharaphu tu dongan).

Jujur do mula ni bada, bolus do mula ni dame
(Unang sai jujur-jujuri salani dongan, alai bolushon ma).

Siboru buas siboru Bakkara, molo dung puas sae soada mara
(Dame ma).

Sungkunon poda natua-tua, sungkunon gogo naumposo
(Bertanggung-jawab).

UMPASA NI NAPOSO BULUNG. (Buat orang-orang muda)

Jolo tiniktik sanggar laho bahenon huru-huruan,
Jolo sinukkun marga asa binoto partuturan.

Tudia ma luluon da goreng-goreng bahen soban,
Tudia ma luluon da boru Tobing bahen dongan.

Tudia ma luluon da dakka-dakka bahen soban,
Tudia ma luluon da boru Sinaga bahen dongan.

Manuk ni pealangge hotek-hotek laho marpira
Sirang na mar ale-ale, lobianan matean ina.

Silaklak ni dandorung tu dakka ni sila-sila,
Ndang iba jumonok-jonok tu naso oroan niba.

Metmet dope sikkoru da nungga dihandang-handangi,
Metmet dope si boru da nungga ditandang-tandangi.

Torop do bittang di langit, si gara ni api sada do
Torop do si boru nauli, tinodo ni rohakku holoan ho do

Rabba na poso, ndang piga tubuan lata
Hami na poso, ndang piga na umboto hata

UMPASA MANJALO TINTIN MARANGKUP. (Untuk pasangan saat tukar cincin)

Bulung namartampuk, bulung ni simarlasuna,
Nunga hujalo hami tintin marangkup,
Dohonon ma hata pasu-pasuna.

Hot pe jabu i, tong doi margulang-gulang
Sian dia pe mangalap boru bere i, tong doi boru ni Tulang.

Sai tong doi lubang nangpe dihukkupi rere,
Sai tong doi boru ni Tulang, manang boru ni ise pei dialap bere.

Amak do rere, dakka do dupang,
Anak do bere, Amang do Tulang.

Asing do huta Hullang, asing muse do huta Gunung Tua,
Asing do molo tulang, asing muse do molo gabe dung simatua.

UMPASA TU NA BARU MARBAGAS. (Untuk pasangan yang baru menikah)

Dakka ni arirang, peak di tonga onan,
Badan muna naso jadi sirang, tondi mu marsigomgoman.

Giring-giring ma tu gosta-gosta, tu boras ni sikkoru,
Sai tibu ma hamu mangiring-iring, huhut mangompa-ompa anak dohot boru.

Rimbur ni Pakkat tu rimbur ni Hotang,
Sai tudia pe hamu mangalakka, sai tusima hamu dapot pansamotan.

Dekke ni sale-sale, dengke ni Simamora,
Tamba ni nagabe, sai tibu ma hamu mamora.

Sahat-sahat ni solu, sahat ma tu labuan,
Sahat ma hamu leleng mangolu, jala sai di dongani Tuhan.

Sahat solu, sahat di parbinsar ni ari,
Leleng ma hamu mangolu jala di iring-iring Tuhan ganup ari.

Mangula ma pangula, dipasae duhut-duhut
Molo burju marhula-hula, dipadao mara marsundut-sundut.

Ruma ijuk tu ruma gorga,
Sai tubu ma anakmuna na bisuk dohot borumuna na lambok marroha.

Anian ma pagabe tumundalhon sitodoan,
Arimu ma gabe molo marsipaolo-oloan.

Gadu-gadu ni Silindung, tu gadu-gadu ni Sipoholon,
Sai tubu ma anakmuna 17 dohot borumuna 16.

Andor hadukka ma patogu-togu lombu,
Sai sarimatua ma hamu sahat tu na patogu-togu pahoppu.

UMPASA MANGAMPU

Bulung ni Taen tu bulung ni Tulan
Ba molo tarbahen, sai topot hamu hami sahali sabulan,
Molo so boi bulung ni tulan, pinomat bulung ni salaon,
Ba molo so boi sahali sabulan, pinomat sahali sataon.

Ni durung si Tuma laos dapot Pora-pora.
Molo mamasu-masu hula-hula mangido sian Tuhan,
Napogos hian iba, boi do gabe mamora.

Songgop si Ruba-ruba tu dakka ni Hapadan,
Angka pasu-pasu na ni lehon muna,
Sai dijangkon tondi ma dohot badan.

Mardakka Jabi-jabi, marbulung ia si Tulan
Angka pasu-pasu na pinasahat muna,
Sai sude mai dipasaut Tuhan.

Naung sampulu sada, jumadi sampulu tolu,
Angka pasu-pasu pinasahat muna,
Sai anggiatma padenggan ngolu-ngolu.

Naung sapulu pitu, jumadi sapulu ualu,
Angka pasu-pasu pinasat muna hula-hula nami,
Diampu hami ma di tonga jabu.

Turtu ninna anduhur, tio ninna lote,
Angka pasu-pasu pinasahat muna,
Sai unang ma muba, unang mose.

Habang pidong sibigo, paihut-ihut bulan,
Saluhut angka na tapangido, sai tibu ma dipasaut Tuhan.

Obuk do jambulan, nidandan ni boru Samara
Pasu-pasu na mardongan tangiang sian hula-hula,
Mambahen marsundut-sundut soada mara.

Tinapu bulung nisabi, baen lompan ni pangula
Sahat ma pasu-pasu na nilehon muna i tu hami,
Sai horas ma nang hamu hula-hula.

Suman tu aek natio do hamu, riong-riong di pinggan pasu,
Hula-hula nabasa do hamu, na girgir mamasu-masu.

AKKA UMPASA NA ASING

Martahuak ma manuk di bungkulan ni ruma,
Horas ma hula-hulana,songoni nang akka boruna.

Simbora ma pulguk, pulguk di lage-lage,
Sai mora ma hita luhut, huhut horas jala gabe.

Hariara madungdung, pilo-pilo na maragar,
Sai tading ma na lungun, ro ma na jagar.

Sinuan bulu sibahen na las,
Tabahen uhum mambahen na horas.

Eme ni Simbolon parasaran ni si borok,
Sai horas-horas ma hita on laos Debata ma na marorot.

Sititik ma sigompa, golang-golang pangarahutna,
Tung so sadia pe naeng tarpatupa, sai anggiat ma godang pinasuna.

Pinasa ni Siantar godang rambu-rambuna,
Tung otik pe hatakki, sai godang ma pinasuna.

Tuat si puti, nakkok sideak,
Ia i na ummuli, ima ta pareak.

Aek godang tu aek laut,
Dos ni roha sibaen na saut.

Napuran tano-tano rangging marsiranggongan,
Badan ta i padao-dao, tondita i marsigomgoman.

Marmutik tabu-tabu mandompakhon mataniari,
Sai hot ma di hamu akka pasu-pasu, laho marhajophon akka na sinari.

Bona ni pinasa, hasakkotan ni jomuran,
Tung aha pe dijama hamu, sai tong ma dalan ni pasu-pasu.

Mandurung di aek Sihoru-horu, manjala di aek Sigura-gura,
Udur ma hamu jala leleng mangolu, hipas matua sonang sora mahua.

Dolok ni Simalungun, tu dolok ni Simamora
Salpu ma sian hamu na lungun, sai hatop ma ro si las ni roha.

Megawati Sukarnoputri

megawati






Nama: Megawati

Nama Lengkap: Dyah Permata Megawati Setyawati Sukarnoputri

Tempat/Tgl. Lahir: Yogyakarta, 23 Januari 1947

Agama: Islam

Karir:

  • Anggota DPR/MPR RI (1987-1992)
  • Anggota DPR/MPR RI (1999)
  • Wakil Presiden RI (1999- 2001)
  • Presiden RI (2001 - 2004)
Pendidikan:
  • SD s/d SMA Perguruan Cikini
  • Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran (1965-1967)
  • Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972)
Organisasi:
  • Ketua PDI Cabang Jakarta Pusat (1987-1992)
  • Ketua Umum DPP PDI (1993 - 1998)
  • Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (1998-2003)
Alamat: Jalan Teuku Umar 27-A, Jakarta Pusat

Diam (tak banyak bicara), akhirnya menjadi suatu kekuatan bagi Megawati. Kendati, mendapat tekanan dan rintangan bahkan caci-maki, dia tetap diam dan sabar. Buahnya, dia pun berhasil menggapai singgasana Presiden RI ke-5. Karena terlalu diam, beberapa pengamat dan lawan politiknya sempat menuding itu sebagai indikasi kebodohan. Namun Megawati tetap diam dan sabar. Para lawan politiknya menjadi semakin penasaran. Setelah menjabat presiden, ia pun tetap tak banyak bicara. Tampaknya, ia tak mudah terombang-ambing. Puteri Bung Karno ini pun semakin sulit ditebak.

Dia memang sudah terbiasa mendapat tekanan sejak ayahandanya, Soekarno, diturunkan dari jabatan Presiden pada SI-MPRS 1996. Selama 32 tahun, Megawati (keluarga Bung Karno), tidak bebas mengekspresikan aspirasi politiknya. Namun, posisi diamnya memberi ruang gerak bagi Megawati, dibandingkan saudara-saudaranya, sehingga dia 'dibiarkan' masuk dalam kancah politik, masuk Senayan dan memimpin PDI Cabang Jakarta Pusat (1987-1992). Kendati kemudian, ketika dia terpilih menjadi Ketua Umum DPP PDI (1993-1998), pemerintah Orde Baru menekannya dengan keras. Namun, dia teguh dalam perjuangan dan tetap juga diam. Sehingga, Megawati patut disebut sebagai simbol penerima tekanan Orde Baru. Sekaligus simbol perlawanan secara damai dan tak banyak bicara. Diam-nya Megawati, tidak hanya mengecoh pemerintah Orba, bahkan telah membuat Gus Dur, yang terkenal piawai berpolitik, menjadi sesumbar. Gus Dur yang berhasil 'menangkap' peluang menjadi Presiden RI pada Sidang Umum MPR 1999, yang sepatutnya peluang itu adalah milik Megawati, terkesan terlalu meremehkan Megawati. Megawati yang sudah 'mengalah' berkenan menjadi Wakil Presiden -- kendati partainya PDI-P memperoleh suara terbanyak (35%) dibanding PKB hanya 10% pada Pemilu 1999 -- tidak banyak dilibatkan dalam pengambilan keputusan politik strategis pada pemerintahan Gus Dur. Di antaranya, pengangkatan dan pemberhentian menteri. Kesan kuat yang mengindikasikan bahwa Gus Dur menganggap remeh Megawati berpuncak pada pemberhentian kader PDIP Laksamana Sukardi, dari jabatan Menteri BUMN. Laksamana diberhentikan bersama Yusuf Kalla, kader Partai Golkar, tanpa sepengetahuan Megawati dan tanpa alasan yang jelas. Sejak saat itu, si pendiam Megawati secara nyata mengambil jarak 'sahabat-saudara' dan jarak politik dengan Gus Dur.

Eskalasi politik pun bergeser cepat 180 derajat. Partai-partai berbasis Islam (PPP, PAN, PBB, PK dll), yang pada Sidang Umum MPR 1999 'sangat anti' Megawati, memanfaatkan jarak renggang Mega-Gus Dur, dengan membentuk 'aliansi' atau kesepahaman politik baru dengan PDI-P. Sebab, partai-partai berbasis Islam itu sudah lebih dulu merasa 'disepelekan' Gus Dur. Hamzah Haz, Ketua Umum PPP, sudah lebih dulu didepak dari kabinet. Kemudian menyusul Bambang Sudibyo (PAN) dan Yusril Ihza Mahendra (PBB) dan Nurmahmudi Ismail (PK), masing-masing dipecat dari jabatan Menkeu, Menkeh dan Menhutbun. Disusul lagi Bomer Pasaribu dan Mahadi Sinambela dari Partai Golkar diberhentikan dari jabatan Menaker dan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga. Maka ketika menggelinding kasus Bulogate, yang melibatkan Gus Dur dan lingkarannya, PDIP menjadi berseberangan dengan Gus Dur dan PKB-nya. Terbentuklah Pansus Bulogate DPR-RI, yang berujung pada jatuhnya Gus Dur pada Sidang Istimewa MPR, 23 Juli 2001. SI-MPR itu dipercepat sebagai perlawanan atas Dekrit Presiden Gus Dur yang nekad membubarkan DPR/MPR. SI-MPR itu secara aklamasi menobatkan Megawati menjabat Presiden RI periode 2001-2004. Kepatutan politik pun terwujud. Ketua umum partai pemenang Pemilu menjadi Presiden. Terwujudlah amanat Kongres PDIP di Bali yang menghendaki Megawati menjadi Presiden. Kekalahan tipis Megawati atas KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada Sidang Umum 1999, yakni 313 banding 373, terbalas dengan kemenangan telak pada SI-MPR 2001. Tampaknya PDIP tak mau terkecoh untuk kedua kali oleh kepiawian politik Gus Dur. Megawati, tentu juga belajar dari kesalahan Gus Dur. Sehingga PDIP mendukung Hamzah Haz (Ketua Umum PPP) sebagai Wakil Presiden. Padahal Hamzah Haz adalah pemimpin salah satu partai yang tidak menghendaki Megawati jadi presiden dan menjadi pesaing Megawati pada pemilihan Wakil Presiden pada SU-MPR 1999, yang dimenangkan Megawati dengan suara 396 banding 284. Pada mulanya, dalam posisi Wapres, Megawati tampak tulus mendampingi Gus Dur. Hubungan Megawati sebagai Wapres dengan Gus Dur sebagai Presiden mesra-mesra saja. Tetapi akibat kesalahan Gus Dur, yang terkesan meremehkan Megawati, hubungan itu memburuk. Makan pagi yang biasanya dilakukan tiap Rabu di kediaman resmi Megawati, tidak lagi diadakan. Bahkan, Megawati pelan-pelan menunjukkan ketidaksepahamannya dengan Gus Dur, baik lewat pernyataannya maupun lewat orang-orang di sekitarnya. Mega jarang hadir pada rapat kabinet yang dipimpin Gus Dur, termasuk pelantikan pejabat baru di kabinet. Mega juga tidak hadir pada pertemuan parpol yang digagas Gus Dur di Istana Bogor. Bahkan, Megawati melakukan pertemuan dengan sejumlah pimpinan parpol di rumah pribadinya di Kebagusan, Jakarta Selatan, satu bulan menjelang SI-MPR 2001.

Puteri proklamator ini dilahirkan di Yogyakarta, 23 Januari 1947. Fatmawati melahirkannya dalam suasana yang tidak nyaman. Ketika itu hujan turun deras, atap rumah bocor, guntur menggelegar, kilat menyambar-nyambar dan tanpa listik. Mega lahir dalam suasana cahaya temaram lampu minyak tanah. Menurut kerabat, suasana kelahiran Megawati itu menjadi semacam pertanda untuk perjalanan hidupnya kemudian. Memang, setelah Soekarno jatuh, Mega dan keluarga mendapat cobaan dan tekanan politik yang cukup berat. Mega dan saudara-saudaranya terasing dari dunia ramai. Mereka hidup dalam kondisi yang tertekan. Sampai-sampai kuliah Megawati di Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran (1965-1967) dan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972) tak bisa diselesaikannya. Ditambah lagi cobaan hidup pribadi yang dialaminya. Suami pertamanya, Lettu (Penerbang) Surindro Supjarso hilang dalam kecelakaan jatuhnya pesawat Skyvan T-701 yang dipilotinya di Biak, Irian Jaya tahun 1970. Padahal saat itu Megawati tengah mengandung anak kedua. Sampai kini Surindro tidak pernah ditemukan. Kemudian, tahun 1972 Mega menikah dengan Hassan Gamal Ahmad Hasan, seorang diplomat Mesir yang sedang bertugas di Jakarta. Tetapi perkawinan itu, kemudian dibatalkan karena Mega masih dianggap terikat perkawinan yang sah dengan Surindro. Sebab, ketika itu belum ada kepastian mengenai nasib suami pertamanya itu. Baru beberapa saat kemudian, ada kepastian dari Angkatan Udara bahwa Surindro telah gugur dalam musibah jatuhnya pesawat itu. Tak lama setelah itu, Mega menikah dengan Taufik Kiemas, seorang aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) asal Sumatera Selatan.

Pada masa kecilnya, Megawati banyak menikmati pengalaman indah. Maklum, sebagai puteri presiden, Megawati menghabiskan masa kecilnya di lingkungan Istana Merdeka. Dari kecil, dia sudah menampakkan sosok lembut dan pendiam. Namun, dia senang menari. Bahkan kerap menari di hadapan tamu-tamu ayahnya di istana. Selain itu, Adis -- panggilan Megawati oleh Bung Karno -- suka dengan tanaman. Dia pun berkebun anggrek di salah satu sudut istana. Kendati lahir dari keluarga politisi jempolan, Mbak Mega -- panggilan akrab para pendukungnya -- tidak terbilang piawai dalam dunia politik. Bahkan, Megawati sempat dipandang sebelah mata oleh teman dan lawan politiknya. Dia bahkan dianggap sebagai pendatang baru dalam kancah politik, yakni baru pada tahun 1987. Saat itu Partai Demokrasi Indonesia (PDI) menempatkannya sebagai salah seorang calon legislatif dari daerah pemilihan Jawa Tengah, untuk mendongkrak suara. Mega berkenan dan tampak enjoy. Karena, mungkin, dia telah lama menunggu terbukanya kesempatan itu. Kendati saat itu dia nekad mengingkari kesepakatan keluarganya untuk tidak terjun ke dunia politik. Trauma politik keluarga itu ditabraknya. Mega tampil menjadi primadona dalam kampanye PDI, walau tergolong tidak banyak bicara dibanding para pembicara lain. Ternyata memang berhasil. Suara untuk PDI naik. Dan Mega pun terpilih menjadi anggota DPR/MPR. Pada tahun itu pula dia terpilih sebagai Ketua DPC PDI Jakarta Pusat. Tetapi, kehadiran Mega di gedung DPR/MPR sepertinya tidak terasa. Dia lebih banyak diam. Kinerjanya sebagai anggota dewan dinilai kurang. Posisi primadona masa kampanye, tidak tercermin pada dirinya saat duduk di legislatif itu. Bahkan dia sering tak datang ke DPR. Tampaknya, Megawati tahu bahwa dia masih di bawah tekanan. Selain memang sifatnya pendiam, dia pun memilih untuk tidak menonjol mengingat kondisi politik saat itu. Maka dia memilih lebih banyak melakukan lobi-lobi politik di luar gedung wakil rakyat tersebut. Lobi politiknya, yang silent operation, itu secara langsung atau tidak langsung, telah memunculkan terbitnya bintang Mega dalam dunia politik. Pada tahun 1993 dia terpilih menjadi Ketua Umum DPP PDI. Hal ini sangat mengagetkan pemerintah pada saat itu. Proses naiknya Mega ini merupakan cerita menarik pula. Ketika itu, Konggres PDI di Medan berakhir tanpa menghasilkan keputusan apa-apa. Pemerintah mendukung Budi Hardjono menggantikan Soerjadi. Lantas, dilanjutkan dengan menyelenggarakan Kongres Luar Biasa di Surabaya. Pada kongres ini, nama Mega muncul dan secara telak mengungguli Budi Hardjono, kandidat yang didukung oleh pemerintah itu. Mega terpilih sebagai Ketua Umum PDI. Kemudian status Mega sebagai Ketua Umum PDI dikuatkan lagi oleh Musyawarah Nasional PDI di Jakarta. Namun pemerintah menolak dan menganggapnya tidak sah. Karena itu, dalam perjalanan berikutnya, pemerintah mendukung kekuatan mendongkel Mega sebagai Ketua Umum PDI. Fatimah Ahmad cs, atas dukungan pemerintah, menyelenggarakan Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, untuk menaikkan kembali Soerjadi. Tetapi Mega tidak mudah ditaklukkan. Pemerintah terperangah. Karena Mega dengan tegas menyatakan tidak mengakui Kongres Medan. Mega teguh menyatakan dirinya sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, sebagai simbol keberadaan DPP yang sah, dikuasai oleh pihak Mega. Para pendukung Mega tidak mau surut satu langkah pun. Mereka tetap berusaha mempertahankan kantor itu. Soerjadi yang didukung pemerintah pun memberi ancaman akan merebut secara paksa kantor DPP PDI itu. Ancaman itu kemudian menjadi kenyataan.

Pagi, tanggal 27 Juli 1996 kelompok Soerjadi benar-benar merebut kantor DPP PDI dari pendukung Mega. Puluhan pendukung Mega tewas pada Peristiwa 27 Juli itu. Aksi penyerangan itu berbuntut pada kerusuhan massal di Jakarta. Beberapa aktivis pemuda dan mahasiswa ditangkap dan dipenjara. Namun, hal itu tidak menyurutkan langkah Mega. Malah, dia makin memantap langkah mengibarkan perlawanan. Tekanan politik yang amat telanjang terhadap Mega itu, menundang empati dan simpati dari masyarakat luas. Sosok Mega, yang sebelumnya dianggap biasa saja, malah muncul menjadi simbol dan pemegang kendali perlawanan kepada rezim Orde Baru yang sudah 32 tahun berkuasa. Mega, secara sadar atau tidak, akhirnya dibesarkan dan dimatangkan oleh tekanan berlebihan dan telanjang dari penguasa Orde Baru. Tanpa tekanan berlebihan penguasa, kekuatan Mega belum tentu terbentuk sedemikian rupa. Mega yang pendiam, tampaknya sangat menyadari hal itu. Dia pun tahu diri atas kekuatannya. Lalu, dia berupaya menghindari perlawanan dengan kekerasan. Dia tidak mau membenturkan massanya dengan aparat dan kekuatan Orde Baru. Dia memilih jalur hukum, walau pun kemudian kandas di pengadilan. Kendati demikian, Mega terus berjuang. PDI pun menjadi dua. Yakni, PDI pimpinan Megawati dan PDI pimpinan Soerjadi. Massa PDI lebih berpihak dan mengakui Mega. Tetapi, pemerintah mengakui Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Akibatnya, PDI pimpinan Mega tidak bisa ikut Pemilu 1997. Namun, kondisi ini makin memancarkan kekuatan Mega. Keberpihakan massa PDI kepada Mega makin terlihat, pada pemilu 1997 itu. Sebab, terbukti perolehan suara PDI pimpinan Soerjadi merosot tajam. Banyak massa pendukung PDI memilih golput, seperti halnya Mega sendiri. Sebagian lagi berpaling ke Partai Persatuan Pembangunan, yang melahirkan istilah "Mega Bintang". Setelah rezim Orde Baru tumbang, PDI Mega berubah nama menjadi PDI Perjuangan. Partai politik berlambang banteng gemuk dan bermulut putih itu berhasil memenangkan Pemilu 1999 dengan meraih lebih tiga puluh persen suara. Kemenangan PDIP itu menempatkan Mega pada posisi paling patut menjadi presiden dibanding kader partai lainnya. Massa pendukung Mega mengancam, kalau Mega tidak jadi presiden, akan terjadi revolusi. Tetapi ternyata pada SU-MPR 1999, Mega kalah. Massa pendukung Mega lantas mengamuk di sejumlah kota seperti Bali, Solo, Medan dan Jakarta. Namun, setelah Mega terpilih sebagai Wapres, amukan massa PDIP itu pun reda. Mereka ditenangkan oleh Mega sendiri. Mega dalam pidato pelantikannya sebagai Wapres menyampaikan pesan: "Kepada anak-anakku di seluruh tanah air, saya minta untuk bekerjalah kembali dengan tulus, janganlah melakukan hal-hal yang bersifat emosional, karena di dalam mimbar ini kamu melihat ibumu berdiri." Massa pendukung Mega pun lega dan harus puas menerima kenyataan, Mega di posisi kedua. Tetapi, posisi kedua tersebut rupanya sebuah tahapan untuk kemudian pada waktunya memantapkan Mega pada posisi pertama di negeri berpenduduk lebih 210 juta jiwa ini. Sebab kurang dari dua tahun, anggota Majelis secara aklamasi menempatkannya duduk sebagai Presiden RI ke-5 menggantikan KH Abdurrahman Wahid. Kenyataan ini, membuktikan bahwa diam Megawati itu emas. (tokohindonesia.com)
PODA
  1. Pantun hangoluan tois hamagoan.
  2. Seang do tarup ijuk soada langge panoloti, seang do sipaingot so adong na mangoloi.
  3. Unang marhandang na buruk, unang adong solotan sogot, unang marhata na juruk unang adong solsolan marsogot.
  4. Tinallik dulang tampak dohot aekna. Pinungka hata (ulaon) unang langlang di tagetna.
  5. Unang sinuan padang di ombur-ombur, unang sinuan hata nagabe humondur-hondur.
  6. Anduhur pidong jau sitangko jarum pidong muara, gogo sibahen na butong tua sibahen na mamora, roha unang soada.
  7. Aek dalan ni solu sian tur dalan ni hoda, gogo mambahen butong, tua sibahen mamora.
  8. Anduhur pidong toba siruba-ruba pidong harangan, halak na losok mangula jadian rapar mangan.
  9. Anduhur pidong toba siruba-ruba pidong harangan, halak na padot mangula ido na bosur mangan.
  10. Singke di ulaon sipasing di baboan, tigor hau tanggurung burju pinaboan-boan.
  11. Pauk ni Aritonang pauk laho mangula, burju pinaboan-boan dongan sarimatua.
  12. Hotang-hotang sodohon ansimun sibolaon, hata-hata sodohonon sitongka paboaboaon.
  13. Handang niaithon na dsua gabe sada, niantan pargaiton unang i dalan bada.
  14. Hori sada hulhulan bonang sada simbohan, tangkas ma sinungkun nanget masipadohan.
  15. Ijuk di para-para hotang di parlabian, na bisuk nampuna hata na oto tu pargadisan.
  16. Hotang do paninaran hadang-hadangan pansalongan.
  17. Bogas ni Gaja Toba tiur do di jolo rundut do di pudi, bogas ni Raja Toba tiur do di jolo tota dohot di pudi.
  18. Dang sibahenon dangka-dangka dupang-dupang, dang sibahenon hata margarar utang.
  19. Sinuan bulu di parbantoan dang marganda utang molo pintor binahonan.
  20. Sinuan bulu di parbantoan sai marganda do utang na so binahonan.
  21. Niduda bangkudu sada-sada tapongan, sai marganda lompit do utang ia so jalo-jalo binahonan.
  22. Manggual sitindaon mangan hoda sigapiton, tu jolo nilangkahon tu pudi sinarihon.
  23. Langkitang gabe hapur, nahinilang gabe mambur.
  24. Molo duri sinuan duri ma dapoton. Ia bunga sinuan bunga ma dapoton, ia naroa sinuan naroa ma dapoton.
  25. Jolo marjabu bale-bale asa marjabu sopo, jolo sian na tunggane asa tu naumposo molo makkuling natunggane manangi ma naumposo.
  26. Ingkon manat marpiu tali, ingkon pande marjalin bubu, ingkon manat mangula tahi, ingkon pande mangula uhum.
  27. Masihurha manukna unang teal buriranna, masiajar boruna unang suda napuranna.
  28. Tuit sitara tuit tuit pangalahona, natuit anak i mago horbona, molo natuit boru mago ibotona.
  29. Siala il siala ilio, utang juma disingir di halak namalo, singir jadi utang di halak na so malo.
  30. Magodang aek bila, ditondong aek hualu, mago sideak bibir dibahen pangalualu.
  31. Santopap bohi sanjongkal andora, ndang diida mata alai diida roha.
  32. Anduhur pidong jau sitapi-tapi pidong toba, binuat roha jau pinarroha roha toba.
  33. Gala-gala nasa botohon , manang beha pe laga adong do hata naso boi dohonon.
  34. Pir eme di lobongan ndang guguton, uli pe paniaran ni dongan ndang langkupon.
  35. Ndang tuk-tuhan batu dakdahan simbora, ndang tuturan datu ajaran na marroha.
  36. Songon parsege-sege so seang, sapala seang, seang dohot bota-botana.
  37. Naihumarojor bola hudonna, naihumalaput tata indahanna.
  38. Pege sangkarimpang halas sahadang-hadangan, rap mangangkat tu ginjang, rap manimbung tutoru halak namarsapanganan.
  39. Tinutu gambiri angkup ni sera-sera, pinatonggor panaili, unang hu roha ni deba.
  40. Unang songon parmahan ni sunggapa, dihuta horbona dibalian batahina, mago dibahen rohana pidom dibahen tondina.
  41. Sitapi uruk sitapi dibalunde, tu dolok pe uruk tu toruan tong ene, ai aha so uruk sai jalo do pinaune-une.
  42. Sinintak hotor-hotor, humutur halak-halak asing do timbang dongan asing timbang halak.
  43. Mimbar tungkap ni tuak, mimbar do nang daina, muba laut, muba do ugarina.
  44. Muba dolok, muba duhutna, muba luat muba do uhumna.
  45. Manghuling bortung di topi ni binanga, adong do songon ogung sipatudu luhana.
  46. Rigat-rigat ni tangan ndang laos rigathonon, rigat-rigat ni hata ndang laos ihuthononton.
  47. Talaktak siugari, ibana mambahen, ibana mamburbari .
  48. Hauma sitonang panjangkitan ni langkitang, sai pidom do jolma na olo marhilang.
  49. Ndang tarhindat gaor-gaor ni hudon, ndang tarsoluk harajaon hasuhuton.
  50. Tanduk ni ursa mardangka-dangka suhut di hasuhutonna raja marhata-hata.
  51. Tanduk ni ursa margulu-gulu salohot benge. (na so dohot pe diboto aha namasa)
  52. Pansur tandiang di rura ni aek puli, na pantun marroha/marina ido tiruan nauli.
  53. Martaguak manuk di toruni bara ruma, napantun marnatoras, ido halak namartua.
  54. Habang ambaroba paihut-ihut rura, sapala naung ni dohan, unang pinauba-uba.
  55. Pasuda-suda arang so himpal bosi. (patua-tua daging pasuda-suda gogo.)
  56. Holi-holi sangkalia, sai marhormat do langkani ama mida tangan ni ina.
  57. Masuak ranggas di degehon Sinambela, molo tung i nama dibuat nasoala, nanggo torang diboto deba.
  58. Bosi marihur tinopa ni anak lahi, matana tinallikkon tundunma mangonai
  59. Dipangasahon suhulna do matana, dipangasahan matana do suhulna.
  60. Ndang dao tubis sian bonana.
  61. Pitu hali taripar di aek parsalinan, laos so muba do bolang ni babiat.
  62. Somalna do peamna.
  63. Hapalna mattat dok-dokna, dok-dokna mattat hapalna.
  64. Unang martata ilik sada robean.
  65. Gala gumal bulu andalu sangkotan ni bonang, asa monang maralohon musu, pinatalu roha maralohon dongan.
  66. Garang-garang ni luatan nionjat tu harang ni hoda, molo marbada hula-hula, boruna mandabu tola. Molo marbada boru, hula-hula mandabu tola. Molo marbada anggi, hahana mandabu tola.
  67. Unang patubi-tubi manuk pasalpu-salpu onan.
  68. Unang dua hali tu aek natua-tua.
  69. Hotang hotang sodohon ansimun sobolaon. Hata-hata sodohonon tongka sipaboa-boanan, guru ni hata naso dohonon, guru ni juhut naso seaton.

SALIK

  1. Ndang taruba babi so mangallang halto.
  2. Holi-holi sangkalia, tading nanioli dibahen nahinabia.
  3. Jinama tus-tus tiniop pargolangan, tuk dohonon ni munsung dang tuk gamuon ni tangan.
  4. Balik toho songon durung ni Pangururan, sianpudi pe toho asal haroro ni uang.
  5. Sanggar rikrik angkup ni sanggar lahi, dongan marmihim jala donganna martahi-tahi.
  6. Otik pe bau joring godang pe bau palia.
  7. Tinompa ni pinggan paung, molo domu songon namaung-aung, ia dung sirang songon naginaung-gaung.
  8. Madungdung bulung godang tu dangka ni bulu suraton, marunung namarroha molo adong uli buaton.
  9. Partungkot mundi-mundi, parsoban hau halak, Parroha sibuni-buni pa ago-ago halak.
  10. Ia arian martali-tali nabontar, ia borngin martali-tali narara. (ia dompak sarupa jolma ia tundal sarupa begu)
  11. Sampilpil di pudina haramonting di jolona, sude halak magigi dibahen pangalahona.
  12. Tanduk ni lombu tanduk ni lombu silepe, molo monang marjuji sude sidok lae ia talu sude mambursik be.
  13. Najumpang gabe natinangko molo so malo, natinangko gabe najumpang molo malo.
  14. Taos rampe ni hajut, ditunjang ampapaluan, mate parjuji talu ndang adong ni andungan, andungan i annon sotung ro utang taguhan, soandungan i anon dang diboto dongan salumban.

UMPAMA PINSANG-PINSANG

  1. Siguris lapang ni begu.
  2. Sipansur ni aek nilatong.
  3. Sipultak pura-pura siusehon pargotaan.
  4. Siallang indahan ni begu.
  5. Siallang sian toru ni rere.
  6. Dompak sarupa jolma tundal sarupa begu.
  7. Binarbar simartolu langkop ni panutuan.
  8. Situlluk namardai, sidilati panutuan.
  9. Partiang latong, hau joring parira, partangkula nabara. (Panirisanna pe malala bagasna pe malala)
  10. Sidegehon papan namungkal, sitangkup ihurni hoda pudi.
  11. Sitahopi api songon ulok dari.
  12. Sitortori na so gondangna.
  13. Sihohari ranggiting.
  14. Bintatar pandidingan, simartolu parhongkomna, sidok hata hagigihan soada hinongkopna.
  15. Sirotahi pangananna.
  16. Poring sitorban dolok, manuk sisudahon.
  17. Sisopsop rentengna.
  18. Sibondut ranggas nagaung-gaung.
  19. Silompa lali nahabang.
  20. Sialap manaruhon.
  21. Sibola hau tindang, sipadugu horbo sabara.
  22. Sipatubi-tubi manuk, pasalpu-salpu onan.
  23. Sitangko bindana.
  24. Sipadomu pardebataan tu parsombaonan.
  25. Siaji pinagaranna.
  26. Soban bulu, dongan musu.
  27. Partungkot mundi-mundi, parsoban hau halak, parroha sibuni-buni pa ago-ago halak.
  28. Siuntei naigar, siasomi na asom, sisirai na ansim.
  29. Tongka dua pungga saparihotan.
  30. Gala-gala naso botohon, muruk pe iba adong do hata nasoboi dohonon.

BURA

  1. Unggas jala andalu, bungkas jala mabalu.
  2. Datu mangan saputna, raut mangan ompuna.
  3. Antuk nabegu soro ulu balang.

UMPAMA APUL-APUL

  1. Bagot namadung-dung tu pilo-pilo marajar, tading ma nalungun roma na jagar.
  2. Porda marungrung mulakma tu songkirna, Horbo manurun mulakna tu barana, hot ma doal di sangkena, pinggan di rangkena.
  3. Amani bogot bagit, amani bagot so balbalon, lungun pe nasai laonna i, tuhirasna tu joloan ni arion.
  4. Sitorop ma bonana sitoropma nang rantingna, ia torop hahana toropma nang anggina.
  5. Sitorop ma bonana sitoropma nang rantingna, torop ma natoropi tu toropma nasopiga.
  6. Mangordang di juma tur, manabur di hauma saba, hea do mauli bulung nang pe anak sasada.
  7. Malos ingkau rata riang-riang pinatapu-tapu, molo manumpak Debata di ginjang naung tungil olo jadi napu.
  8. Naung pardambirbiran, gabe pardantaboan, jolma naung hagigian gabe jadi sihalomoan.
  9. Loja siborok manjalahi guluan, sai mutu do rohani jolma manjalahi hangoluan.
  10. Sai tiurma songon ari, sai rondangma songon bulan, sai dapot najinalahan tarida naniluluan.
  11. Sinepnep mauruk-uruk silanian ma aek toba, nametmet unang marungut-ungut namagodang unang hansit rohana.
  12. Magodang ma aek godang di juluan ni aek raisan, mandao ma ianggo holso sai roma parsaulian.
  13. Niraprap hodong, tinapu salaon, sinok do mata modom, musu unang adong be si jagaon.
  14. Sai tutonggina ma songon tobu, tu assimna songon sira, magodang ma naumetek sai mangomo partiga-tiga.
  15. Sirambe nagodang ma tu sirambe anak-anak, gok ma sopo nabolon maruli sopo si anak-anak.
  16. Pahibul-hibul tiang patingko-tigko galapang, pamok-mok namarniang pabolon-bolon pamatang.

UMPAMA PANIGATI

  1. Nabingkas do botik gaja dibahen botik aili, bingkas si alali dibahen sipinggiri.
  2. Nidanggurhon jarum tu napot-pot ndang di ida mata alai diida roha.
  3. Dirobean pinggol tubu di nahornop pangidai jorbing anak ni mata natingkos na ni idana.
  4. Madung-dung bulu godang tu dangka ni bulu suraton, marunung-unung namaroha molo adong uli buaton.
  5. Diihurpas batu tarida oma, molo adong tuhas uasi (gana) alona.
  6. Binarbar bagot tarida pangkona, nungnga tangkas dapot dihaol tinangkona.
  7. Manuk-manuk hulabu ompan-ompan ni soru, dang pangalangkup jolmai molo di patudu parboru.
  8. Dapot do imbo dibahen suarana, tarida ursa dibahen bogasna.
  9. Sada sanggar rik-rik, padua sanggar lahi, donganna mar mihim-mihim, jala donganna martahi-tahi.
  10. Binarbar rikrik tarida pangko, dos do utang ni parmitmit utang panakko.
  11. Aus nabegu adang namalo.
  12. Manunjang dibalatuk, marboa di tapian.
  13. Nungnga tardege pinggol ni dalan.
  14. Masuak sanggar mapopo hadudu.
  15. Parraut si etek-etek.
  16. Marsanggar-sanggar.
  17. Nirimpu soban hape do bulu, nirippu dongan hape musu.
  18. Sibalik sumpa sipatundal ni begu.
  19. Marbuni-buni tusa di panjaruman. (marbuni hata ditolonan)
  20. Disarat hodongna mangihut lambena, sae gorana, lea rohana di pandena.
  21. Disuru manaek ditaba di toru.
  22. Sarung banua, monsak humaliang bogas, tata natinutungan, marimbulu natinanggoan.
  23. Marurat ni langgumgum, marparbue di pandoran, patampak-tampak hundul pulik-pulik hata ni dohan.

PARUHUMAN

  1. Dang tarbahen sasabi manaba hau, dang tarbahen tangke mangarambas.
  2. Timbang ma daon ni natutu, gana daon ni torpa (daho).
  3. Tiris ni hudon tu toru, tiris ni solu do tu ginjang.
  4. Naolo manutung-nutung, naolo mangan sirabun, naolo manangko naolo mangan sirabun.
  5. Disi pege mago disi manutu-nutu.
  6. Disi banggik maneak disi asu martunggu.
  7. Ndang bolas manaputi ia soadong bulung, dang bolas mangarahuti ia soadong tali.
  8. Andalu sangkotan ni bonang. (manggarar ma natalu, siadapari gogo)
  9. Sisoli-soli uhum, siadapari gogo.
  10. Dongan sotarhilala, musu sohabiaran.
  11. Asa sibarung doho si bontar andora, tung taranggukkon ho so binoto lapang ni gora.
  12. Tu ginjang manjalahi na rumun tu toru manjalahi na tumandol.
  13. Tinallik hodong bahen hait-hait ni palia, tagonan na martondong, sian na marsada ina.
  14. Buruk-buruk ni saong tu aos-aos ni ansuan, molo gabe taon ingkon olo manggarar utang.
  15. Seak-seak borhu madabu tu bonana, tanda ni anak, patureon ni amana.
  16. Si idupan do nauli, si saemon do nahurang.
  17. Ndang suhat be nunga bira, ndang tuhas be nungnga tarida.
  18. Molo adong unsimmu, dada gaol mu mardo, ai molo adong panuhormu, ndada ho pandobo.
  19. Rompu tuju, si dua gumo, molo so malo pangulu dapotan duri.
    Rompu tuju, sidua gumo, molo malo pangulu dapotan uli.
  20. Siuangkap batang buruk, sibarbar na niampolas.
  21. Sada umpaka hite, luhut halak marhitehonsa.
  22. Lulu anak, lulu tano, lulu boru, lulu harajaon.
  23. Simbar dolok sitingko ulu balang, boi tu hasundutan boi tu habinsaran.

HATA ANDUNG

Hata ni andung : Ia mula ni hata andung sian Tuan Sori Mangaraja do i. Alai ido mula ni dungdang, mula ni hata-hata, mula ni saem, parguri-guri si jonggi, parmual sitio-tio, parsagu-sagu nadua sada hundulan, parmombang napitu, nagaram di panggaraman nagurum di pangguruman, natangkas dihata-hata nasungkun di undang-undang. Raja urat ni ubi, raja tiang ni tano nasungsang parmonangan horbo paung ni portibi, natumombang tano Balige. Balige Raja, Balige marpindan-pindan, hamatean ni Niro. Mula ni andung i MINANGSIHON, ima nalaho ibana taripar lautan tu tano Batang Toru mangalului partondung laho manungkun Debata Mulajadi, ala logo ari hatihai, pitu taon lelengna di Toba nabalau.
Songon i muse di namamulung ibana nasa goar ni pulung-pulungan tu tombak, na gabe miak ni parsibasoan, suang i muse nalao ibana tu tano Mandailing, masi ate-ate ni bosi pusu-pusu ni bosi, nagabe surik ni sibaso nabolon i, ima piso solam debata dohot hujur siringis ima nataripar tu si Raja Oloan sian Sibagot Ni Pohan.

HATA NI ANDUNG .-

  1. Simanjujung : Ulu
  2. Sitarupon : Obuk
  3. Sipareon Pinggol
  4. Simalolong : Mata.
  5. Silumandit : Igung.
  6. Simangkudap : Pamangan.
  7. Gugut : Ipon.
  8. Simangido : Tangan.
  9. Siubeon : Butuha.
  10. Simanjojak : Pat.
  11. Sirimpuron : Jari-jari.
  12. Simatombom : Botohon dohot hae-hae.
  13. Among parsinuan : Amana parsinuan.
  14. Inong namangintubu : Inong niba.
  15. Ama namartunas : Ama paidua.
  16. Inong namartunas : Inong paidua.
  17. Sisumbaon : Pahompu.
  18. Ompung sisombaon : Ompung.
  19. Tulang/Ibebere : Sibijaon.
  20. Silansapon : Lae/Eda.
  21. Sinumbane : Namboru/paraman.
  22. Nabinalos : Simatua/Hela/Parumaen.
  23. Situriak : Panghataion.
  24. Simanangi : Parbinegean.
  25. Simalongkon : Parnidaan.
  26. Silumallan : Ilu/aek.
  27. Sitipahon : Ulos.
  28. Sitabean : Tujung.
  29. Sigumorsing : Mas.
  30. Sihumisik : Ringgit.
  31. Paiogom : Indahan/Parbue/Eme.
  32. Bona ni paigon : Bona ni eme.
  33. Sidumuhut : Duhut.
  34. Tonga ni lobangon : Hauma.
  35. Sibonggaran : Bonggaran.
  36. Silumantahon : Horbo.
  37. Silomlom ni robean : Lombu.
  38. Sijambe ihur : Hoda.
  39. Bulung ni lopian : Biru-biru.
  40. Siteuon : Biang.
  41. Simarhurup : Manuk.
  42. Tonga ni asean : Jabu bale-bale.
  43. Siatukolan : Jabu sopo.
  44. Siagalangon : Jabu ruma.
  45. Bulu situlison : Jabu ruang tano.
  46. Siruminsir : Solu, Kapal, Motor.
  47. Silogo-logo : Kapal terbang.
  48. Silali piuan : Iaher.
  49. Sihais mira : Kapal pemburu.
  50. Sibanua rea : Mariam, tomong.
  51. Sitengger dibanua : Bodil.
  52. Sijambe jalang : Roket.
  53. Simaninggal dipea : Bom.
  54. Sigargar dolok : Bom atom.
  55. Babiat dipittu : Anak na begu.
  56. Gompul dialaman : Raja.
  57. Parjaga-jaga dibibir pustaha ditoloan : Pamollung.
  58. Holi-holi so mansandi parjari-jari so mansohot : Tungkang.
  59. Gokkonon botari alapan manogot : Datu/Raja/Tukkang.
  60. Toru ni situmalin : Kuburan.
  61. Bona ni ubeon : Buha baju.
  62. Punsu ni ubeon : Siampudan.
  63. Goar soltpe : Panggoaran.
  64. Hau sinaiton : Hau/Btng ni namate/ranting.
  65. Silumambe hodong : Bagot.
  66. Papan narumimbas : Papan ni jabu.
  67. Rindang sibalunon : Amak.
  68. Dolok simanabun : Dolok.
  69. Langit ni sihadaoan : Taripar laut.
  70. Urat naibongkion : Dengke.
  71. Juhut tinanggoan : Juhut.
  72. Sirumantos : Raut, Hujur,giringan.
  73. Natoga bulung : Naung tubu.
  74. Didadang ari diullus alogo : Dihasiangon.
  75. Sirumata bulung : Napuran.
  76. Silumambe hodong : Saga-saga.
  77. Sirumonggur : Ronggur.
  78. Lombang simanamun : Lombang.
  79. Suga nasomarpatudu : Honas todos naso marsala.
  80. Godung naso marhinambor : Nasomarala.
  81. Mansitairon : Manarus.
  82. Songon tungko nisolu ganup ni panabian : Leleng marsahit.
  83. Mangganupi siarianan, mangganupi sihabornginan : Leleng dipauli.
  84. Hatipulan simanjujung, haponggolan simanjojak : Ina namabalu.
    85 Hatompasan tataring : Ama namabalu.
  85. Mapurpur tuangin nahabang tu alogo : Naso marrindang.
  86. Naso martunas : Naso maranak.
  87. Siparumpak balatuk soadong pajongjongkon : Napurpur
    sisapsap bahal dang adong namangungkap
  88. Marsada-sada bulung songon halak nalungun- : Sisada-sada/sada sabutuha lungunan tandiang nahapuloan
  89. Sibane-bane lili so sumungkar : Nalambok.
  90. Silumaksa ijur : Uta uta ni tohuk, sira.
  91. Mangungkit sibonggaron : Pabalik uma.
  92. Mambuat sidumuhut : Marbabo.
  93. Sipatuduhon luha sipapatar pangea, tanduk mambu : Nungga gok harorangon, sotampil sipasingot, soboi siajaron.
  94. Sanjongkal bulu dua dopaan tolong, poga-poga : Sian etek nahansit
    diulu pinagodang ni sidangolan
  95. Namardingdinghon dolok namarhorihorihon ombun : Taripar dolok simanamun dilangit sihadaoan Taripar tao silumallan.
  96. Lombu-lombu nabidang tula-tula ni hapal, : Tarhirim ibana.
    tungkot dinalandit huat-huat dinagolap.
  97. Hais tujolo tandak tupudi, lombu panguge : Dipajolo anangkonna
    horbo panampar

Poda, Sipaingot, Bura dohot Andung

PODA

  1. Pantun hangoluan tois hamagoan.
  2. Seang do tarup ijuk soada langge panoloti, seang do sipaingot so adong na mangoloi.
  3. Unang marhandang na buruk, unang adong solotan sogot, unang marhata na juruk unang adong solsolan marsogot.
  4. Tinallik dulang tampak dohot aekna. Pinungka hata (ulaon) unang langlang di tagetna.
  5. Unang sinuan padang di ombur-ombur, unang sinuan hata nagabe humondur-hondur.
  6. Anduhur pidong jau sitangko jarum pidong muara, gogo sibahen na butong tua sibahen na mamora, roha unang soada.
  7. Aek dalan ni solu sian tur dalan ni hoda, gogo mambahen butong, tua sibahen mamora.
  8. Anduhur pidong toba siruba-ruba pidong harangan, halak na losok mangula jadian rapar mangan.
  9. Anduhur pidong toba siruba-ruba pidong harangan, halak na padot mangula ido na bosur mangan.
  10. Singke di ulaon sipasing di baboan, tigor hau tanggurung burju pinaboan-boan.
  11. Pauk ni Aritonang pauk laho mangula, burju pinaboan-boan dongan sarimatua.
  12. Hotang-hotang sodohon ansimun sibolaon, hata-hata sodohonon sitongka paboaboaon.
  13. Handang niaithon na dsua gabe sada, niantan pargaiton unang i dalan bada.
  14. Hori sada hulhulan bonang sada simbohan, tangkas ma sinungkun nanget masipadohan.
  15. Ijuk di para-para hotang di parlabian, na bisuk nampuna hata na oto tu pargadisan.
  16. Hotang do paninaran hadang-hadangan pansalongan.
  17. Bogas ni Gaja Toba tiur do di jolo rundut do di pudi, bogas ni Raja Toba tiur do di jolo tota dohot di pudi.
  18. Dang sibahenon dangka-dangka dupang-dupang, dang sibahenon hata margarar utang.
  19. Sinuan bulu di parbantoan dang marganda utang molo pintor binahonan.
  20. Sinuan bulu di parbantoan sai marganda do utang na so binahonan.
  21. Niduda bangkudu sada-sada tapongan, sai marganda lompit do utang ia so jalo-jalo binahonan.
  22. Manggual sitindaon mangan hoda sigapiton, tu jolo nilangkahon tu pudi sinarihon.
  23. Langkitang gabe hapur, nahinilang gabe mambur.
  24. Molo duri sinuan duri ma dapoton. Ia bunga sinuan bunga ma dapoton, ia naroa sinuan naroa ma dapoton.
  25. Jolo marjabu bale-bale asa marjabu sopo, jolo sian na tunggane asa tu naumposo molo makkuling natunggane manangi ma naumposo.
  26. Ingkon manat marpiu tali, ingkon pande marjalin bubu, ingkon manat mangula tahi, ingkon pande mangula uhum.
  27. Masihurha manukna unang teal buriranna, masiajar boruna unang suda napuranna.
  28. Tuit sitara tuit tuit pangalahona, natuit anak i mago horbona, molo natuit boru mago ibotona.
  29. Siala il siala ilio, utang juma disingir di halak namalo, singir jadi utang di halak na so malo.
  30. Magodang aek bila, ditondong aek hualu, mago sideak bibir dibahen pangalualu.
  31. Santopap bohi sanjongkal andora, ndang diida mata alai diida roha.
  32. Anduhur pidong jau sitapi-tapi pidong toba, binuat roha jau pinarroha roha toba.
  33. Gala-gala nasa botohon , manang beha pe laga adong do hata naso boi dohonon.
  34. Pir eme di lobongan ndang guguton, uli pe paniaran ni dongan ndang langkupon.
  35. Ndang tuk-tuhan batu dakdahan simbora, ndang tuturan datu ajaran na marroha.
  36. Songon parsege-sege so seang, sapala seang, seang dohot bota-botana.
  37. Naihumarojor bola hudonna, naihumalaput tata indahanna.
  38. Pege sangkarimpang halas sahadang-hadangan, rap mangangkat tu ginjang, rap manimbung tutoru halak namarsapanganan.
  39. Tinutu gambiri angkup ni sera-sera, pinatonggor panaili, unang hu roha ni deba.
  40. Unang songon parmahan ni sunggapa, dihuta horbona dibalian batahina, mago dibahen rohana pidom dibahen tondina.
  41. Sitapi uruk sitapi dibalunde, tu dolok pe uruk tu toruan tong ene, ai aha so uruk sai jalo do pinaune-une.
  42. Sinintak hotor-hotor, humutur halak-halak asing do timbang dongan asing timbang halak.
  43. Mimbar tungkap ni tuak, mimbar do nang daina, muba laut, muba do ugarina.
  44. Muba dolok, muba duhutna, muba luat muba do uhumna.
  45. Manghuling bortung di topi ni binanga, adong do songon ogung sipatudu luhana.
  46. Rigat-rigat ni tangan ndang laos rigathonon, rigat-rigat ni hata ndang laos ihuthononton.
  47. Talaktak siugari, ibana mambahen, ibana mamburbari .
  48. Hauma sitonang panjangkitan ni langkitang, sai pidom do jolma na olo marhilang.
  49. Ndang tarhindat gaor-gaor ni hudon, ndang tarsoluk harajaon hasuhuton.
  50. Tanduk ni ursa mardangka-dangka suhut di hasuhutonna raja marhata-hata.
  51. Tanduk ni ursa margulu-gulu salohot benge. (na so dohot pe diboto aha namasa)
  52. Pansur tandiang di rura ni aek puli, na pantun marroha/marina ido tiruan nauli.
  53. Martaguak manuk di toruni bara ruma, napantun marnatoras, ido halak namartua.
  54. Habang ambaroba paihut-ihut rura, sapala naung ni dohan, unang pinauba-uba.
  55. Pasuda-suda arang so himpal bosi. (patua-tua daging pasuda-suda gogo.)
  56. Holi-holi sangkalia, sai marhormat do langkani ama mida tangan ni ina.
  57. Masuak ranggas di degehon Sinambela, molo tung i nama dibuat nasoala, nanggo torang diboto deba.
  58. Bosi marihur tinopa ni anak lahi, matana tinallikkon tundunma mangonai
  59. Dipangasahon suhulna do matana, dipangasahan matana do suhulna.
  60. Ndang dao tubis sian bonana.
  61. Pitu hali taripar di aek parsalinan, laos so muba do bolang ni babiat.
  62. Somalna do peamna.
  63. Hapalna mattat dok-dokna, dok-dokna mattat hapalna.
  64. Unang martata ilik sada robean.
  65. Gala gumal bulu andalu sangkotan ni bonang, asa monang maralohon musu, pinatalu roha maralohon dongan.
  66. Garang-garang ni luatan nionjat tu harang ni hoda, molo marbada hula-hula, boruna mandabu tola. Molo marbada boru, hula-hula mandabu tola. Molo marbada anggi, hahana mandabu tola.
  67. Unang patubi-tubi manuk pasalpu-salpu onan.
  68. Unang dua hali tu aek natua-tua.
  69. Hotang hotang sodohon ansimun sobolaon. Hata-hata sodohonon tongka sipaboa-boanan, guru ni hata naso dohonon, guru ni juhut naso seaton.

SALIK

  1. Ndang taruba babi so mangallang halto.
  2. Holi-holi sangkalia, tading nanioli dibahen nahinabia.
  3. Jinama tus-tus tiniop pargolangan, tuk dohonon ni munsung dang tuk gamuon ni tangan.
  4. Balik toho songon durung ni Pangururan, sianpudi pe toho asal haroro ni uang.
  5. Sanggar rikrik angkup ni sanggar lahi, dongan marmihim jala donganna martahi-tahi.
  6. Otik pe bau joring godang pe bau palia.
  7. Tinompa ni pinggan paung, molo domu songon namaung-aung, ia dung sirang songon naginaung-gaung.
  8. Madungdung bulung godang tu dangka ni bulu suraton, marunung namarroha molo adong uli buaton.
  9. Partungkot mundi-mundi, parsoban hau halak, Parroha sibuni-buni pa ago-ago halak.
  10. Ia arian martali-tali nabontar, ia borngin martali-tali narara. (ia dompak sarupa jolma ia tundal sarupa begu)
  11. Sampilpil di pudina haramonting di jolona, sude halak magigi dibahen pangalahona.
  12. Tanduk ni lombu tanduk ni lombu silepe, molo monang marjuji sude sidok lae ia talu sude mambursik be.
  13. Najumpang gabe natinangko molo so malo, natinangko gabe najumpang molo malo.
  14. Taos rampe ni hajut, ditunjang ampapaluan, mate parjuji talu ndang adong ni andungan, andungan i annon sotung ro utang taguhan, soandungan i anon dang diboto dongan salumban.

UMPAMA PINSANG-PINSANG

  1. Siguris lapang ni begu.
  2. Sipansur ni aek nilatong.
  3. Sipultak pura-pura siusehon pargotaan.
  4. Siallang indahan ni begu.
  5. Siallang sian toru ni rere.
  6. Dompak sarupa jolma tundal sarupa begu.
  7. Binarbar simartolu langkop ni panutuan.
  8. Situlluk namardai, sidilati panutuan.
  9. Partiang latong, hau joring parira, partangkula nabara. (Panirisanna pe malala bagasna pe malala)
  10. Sidegehon papan namungkal, sitangkup ihurni hoda pudi.
  11. Sitahopi api songon ulok dari.
  12. Sitortori na so gondangna.
  13. Sihohari ranggiting.
  14. Bintatar pandidingan, simartolu parhongkomna, sidok hata hagigihan soada hinongkopna.
  15. Sirotahi pangananna.
  16. Poring sitorban dolok, manuk sisudahon.
  17. Sisopsop rentengna.
  18. Sibondut ranggas nagaung-gaung.
  19. Silompa lali nahabang.
  20. Sialap manaruhon.
  21. Sibola hau tindang, sipadugu horbo sabara.
  22. Sipatubi-tubi manuk, pasalpu-salpu onan.
  23. Sitangko bindana.
  24. Sipadomu pardebataan tu parsombaonan.
  25. Siaji pinagaranna.
  26. Soban bulu, dongan musu.
  27. Partungkot mundi-mundi, parsoban hau halak, parroha sibuni-buni pa ago-ago halak.
  28. Siuntei naigar, siasomi na asom, sisirai na ansim.
  29. Tongka dua pungga saparihotan.
  30. Gala-gala naso botohon, muruk pe iba adong do hata nasoboi dohonon.

BURA

  1. Unggas jala andalu, bungkas jala mabalu.
  2. Datu mangan saputna, raut mangan ompuna.
  3. Antuk nabegu soro ulu balang.

UMPAMA APUL-APUL

  1. Bagot namadung-dung tu pilo-pilo marajar, tading ma nalungun roma na jagar.
  2. Porda marungrung mulakma tu songkirna, Horbo manurun mulakna tu barana, hot ma doal di sangkena, pinggan di rangkena.
  3. Amani bogot bagit, amani bagot so balbalon, lungun pe nasai laonna i, tuhirasna tu joloan ni arion.
  4. Sitorop ma bonana sitoropma nang rantingna, ia torop hahana toropma nang anggina.
  5. Sitorop ma bonana sitoropma nang rantingna, torop ma natoropi tu toropma nasopiga.
  6. Mangordang di juma tur, manabur di hauma saba, hea do mauli bulung nang pe anak sasada.
  7. Malos ingkau rata riang-riang pinatapu-tapu, molo manumpak Debata di ginjang naung tungil olo jadi napu.
  8. Naung pardambirbiran, gabe pardantaboan, jolma naung hagigian gabe jadi sihalomoan.
  9. Loja siborok manjalahi guluan, sai mutu do rohani jolma manjalahi hangoluan.
  10. Sai tiurma songon ari, sai rondangma songon bulan, sai dapot najinalahan tarida naniluluan.
  11. Sinepnep mauruk-uruk silanian ma aek toba, nametmet unang marungut-ungut namagodang unang hansit rohana.
  12. Magodang ma aek godang di juluan ni aek raisan, mandao ma ianggo holso sai roma parsaulian.
  13. Niraprap hodong, tinapu salaon, sinok do mata modom, musu unang adong be si jagaon.
  14. Sai tutonggina ma songon tobu, tu assimna songon sira, magodang ma naumetek sai mangomo partiga-tiga.
  15. Sirambe nagodang ma tu sirambe anak-anak, gok ma sopo nabolon maruli sopo si anak-anak.
  16. Pahibul-hibul tiang patingko-tigko galapang, pamok-mok namarniang pabolon-bolon pamatang.

UMPAMA PANIGATI

  1. Nabingkas do botik gaja dibahen botik aili, bingkas si alali dibahen sipinggiri.
  2. Nidanggurhon jarum tu napot-pot ndang di ida mata alai diida roha.
  3. Dirobean pinggol tubu di nahornop pangidai jorbing anak ni mata natingkos na ni idana.
  4. Madung-dung bulu godang tu dangka ni bulu suraton, marunung-unung namaroha molo adong uli buaton.
  5. Diihurpas batu tarida oma, molo adong tuhas uasi (gana) alona.
  6. Binarbar bagot tarida pangkona, nungnga tangkas dapot dihaol tinangkona.
  7. Manuk-manuk hulabu ompan-ompan ni soru, dang pangalangkup jolmai molo di patudu parboru.
  8. Dapot do imbo dibahen suarana, tarida ursa dibahen bogasna.
  9. Sada sanggar rik-rik, padua sanggar lahi, donganna mar mihim-mihim, jala donganna martahi-tahi.
  10. Binarbar rikrik tarida pangko, dos do utang ni parmitmit utang panakko.
  11. Aus nabegu adang namalo.
  12. Manunjang dibalatuk, marboa di tapian.
  13. Nungnga tardege pinggol ni dalan.
  14. Masuak sanggar mapopo hadudu.
  15. Parraut si etek-etek.
  16. Marsanggar-sanggar.
  17. Nirimpu soban hape do bulu, nirippu dongan hape musu.
  18. Sibalik sumpa sipatundal ni begu.
  19. Marbuni-buni tusa di panjaruman. (marbuni hata ditolonan)
  20. Disarat hodongna mangihut lambena, sae gorana, lea rohana di pandena.
  21. Disuru manaek ditaba di toru.
  22. Sarung banua, monsak humaliang bogas, tata natinutungan, marimbulu natinanggoan.
  23. Marurat ni langgumgum, marparbue di pandoran, patampak-tampak hundul pulik-pulik hata ni dohan.

PARUHUMAN

  1. Dang tarbahen sasabi manaba hau, dang tarbahen tangke mangarambas.
  2. Timbang ma daon ni natutu, gana daon ni torpa (daho).
  3. Tiris ni hudon tu toru, tiris ni solu do tu ginjang.
  4. Naolo manutung-nutung, naolo mangan sirabun, naolo manangko naolo mangan sirabun.
  5. Disi pege mago disi manutu-nutu.
  6. Disi banggik maneak disi asu martunggu.
  7. Ndang bolas manaputi ia soadong bulung, dang bolas mangarahuti ia soadong tali.
  8. Andalu sangkotan ni bonang. (manggarar ma natalu, siadapari gogo)
  9. Sisoli-soli uhum, siadapari gogo.
  10. Dongan sotarhilala, musu sohabiaran.
  11. Asa sibarung doho si bontar andora, tung taranggukkon ho so binoto lapang ni gora.
  12. Tu ginjang manjalahi na rumun tu toru manjalahi na tumandol.
  13. Tinallik hodong bahen hait-hait ni palia, tagonan na martondong, sian na marsada ina.
  14. Buruk-buruk ni saong tu aos-aos ni ansuan, molo gabe taon ingkon olo manggarar utang.
  15. Seak-seak borhu madabu tu bonana, tanda ni anak, patureon ni amana.
  16. Si idupan do nauli, si saemon do nahurang.
  17. Ndang suhat be nunga bira, ndang tuhas be nungnga tarida.
  18. Molo adong unsimmu, dada gaol mu mardo, ai molo adong panuhormu, ndada ho pandobo.
  19. Rompu tuju, si dua gumo, molo so malo pangulu dapotan duri.
    Rompu tuju, sidua gumo, molo malo pangulu dapotan uli.
  20. Siuangkap batang buruk, sibarbar na niampolas.
  21. Sada umpaka hite, luhut halak marhitehonsa.
  22. Lulu anak, lulu tano, lulu boru, lulu harajaon.
  23. Simbar dolok sitingko ulu balang, boi tu hasundutan boi tu habinsaran.

HATA ANDUNG

Hata ni andung : Ia mula ni hata andung sian Tuan Sori Mangaraja do i. Alai ido mula ni dungdang, mula ni hata-hata, mula ni saem, parguri-guri si jonggi, parmual sitio-tio, parsagu-sagu nadua sada hundulan, parmombang napitu, nagaram di panggaraman nagurum di pangguruman, natangkas dihata-hata nasungkun di undang-undang. Raja urat ni ubi, raja tiang ni tano nasungsang parmonangan horbo paung ni portibi, natumombang tano Balige. Balige Raja, Balige marpindan-pindan, hamatean ni Niro. Mula ni andung i MINANGSIHON, ima nalaho ibana taripar lautan tu tano Batang Toru mangalului partondung laho manungkun Debata Mulajadi, ala logo ari hatihai, pitu taon lelengna di Toba nabalau.
Songon i muse di namamulung ibana nasa goar ni pulung-pulungan tu tombak, na gabe miak ni parsibasoan, suang i muse nalao ibana tu tano Mandailing, masi ate-ate ni bosi pusu-pusu ni bosi, nagabe surik ni sibaso nabolon i, ima piso solam debata dohot hujur siringis ima nataripar tu si Raja Oloan sian Sibagot Ni Pohan.

HATA NI ANDUNG .-

  1. Simanjujung : Ulu
  2. Sitarupon : Obuk
  3. Sipareon Pinggol
  4. Simalolong : Mata.
  5. Silumandit : Igung.
  6. Simangkudap : Pamangan.
  7. Gugut : Ipon.
  8. Simangido : Tangan.
  9. Siubeon : Butuha.
  10. Simanjojak : Pat.
  11. Sirimpuron : Jari-jari.
  12. Simatombom : Botohon dohot hae-hae.
  13. Among parsinuan : Amana parsinuan.
  14. Inong namangintubu : Inong niba.
  15. Ama namartunas : Ama paidua.
  16. Inong namartunas : Inong paidua.
  17. Sisumbaon : Pahompu.
  18. Ompung sisombaon : Ompung.
  19. Tulang/Ibebere : Sibijaon.
  20. Silansapon : Lae/Eda.
  21. Sinumbane : Namboru/paraman.
  22. Nabinalos : Simatua/Hela/Parumaen.
  23. Situriak : Panghataion.
  24. Simanangi : Parbinegean.
  25. Simalongkon : Parnidaan.
  26. Silumallan : Ilu/aek.
  27. Sitipahon : Ulos.
  28. Sitabean : Tujung.
  29. Sigumorsing : Mas.
  30. Sihumisik : Ringgit.
  31. Paiogom : Indahan/Parbue/Eme.
  32. Bona ni paigon : Bona ni eme.
  33. Sidumuhut : Duhut.
  34. Tonga ni lobangon : Hauma.
  35. Sibonggaran : Bonggaran.
  36. Silumantahon : Horbo.
  37. Silomlom ni robean : Lombu.
  38. Sijambe ihur : Hoda.
  39. Bulung ni lopian : Biru-biru.
  40. Siteuon : Biang.
  41. Simarhurup : Manuk.
  42. Tonga ni asean : Jabu bale-bale.
  43. Siatukolan : Jabu sopo.
  44. Siagalangon : Jabu ruma.
  45. Bulu situlison : Jabu ruang tano.
  46. Siruminsir : Solu, Kapal, Motor.
  47. Silogo-logo : Kapal terbang.
  48. Silali piuan : Iaher.
  49. Sihais mira : Kapal pemburu.
  50. Sibanua rea : Mariam, tomong.
  51. Sitengger dibanua : Bodil.
  52. Sijambe jalang : Roket.
  53. Simaninggal dipea : Bom.
  54. Sigargar dolok : Bom atom.
  55. Babiat dipittu : Anak na begu.
  56. Gompul dialaman : Raja.
  57. Parjaga-jaga dibibir pustaha ditoloan : Pamollung.
  58. Holi-holi so mansandi parjari-jari so mansohot : Tungkang.
  59. Gokkonon botari alapan manogot : Datu/Raja/Tukkang.
  60. Toru ni situmalin : Kuburan.
  61. Bona ni ubeon : Buha baju.
  62. Punsu ni ubeon : Siampudan.
  63. Goar soltpe : Panggoaran.
  64. Hau sinaiton : Hau/Btng ni namate/ranting.
  65. Silumambe hodong : Bagot.
  66. Papan narumimbas : Papan ni jabu.
  67. Rindang sibalunon : Amak.
  68. Dolok simanabun : Dolok.
  69. Langit ni sihadaoan : Taripar laut.
  70. Urat naibongkion : Dengke.
  71. Juhut tinanggoan : Juhut.
  72. Sirumantos : Raut, Hujur,giringan.
  73. Natoga bulung : Naung tubu.
  74. Didadang ari diullus alogo : Dihasiangon.
  75. Sirumata bulung : Napuran.
  76. Silumambe hodong : Saga-saga.
  77. Sirumonggur : Ronggur.
  78. Lombang simanamun : Lombang.
  79. Suga nasomarpatudu : Honas todos naso marsala.
  80. Godung naso marhinambor : Nasomarala.
  81. Mansitairon : Manarus.
  82. Songon tungko nisolu ganup ni panabian : Leleng marsahit.
  83. Mangganupi siarianan, mangganupi sihabornginan : Leleng dipauli.
  84. Hatipulan simanjujung, haponggolan simanjojak : Ina namabalu.
    85 Hatompasan tataring : Ama namabalu.
  85. Mapurpur tuangin nahabang tu alogo : Naso marrindang.
  86. Naso martunas : Naso maranak.
  87. Siparumpak balatuk soadong pajongjongkon : Napurpur
    sisapsap bahal dang adong namangungkap
  88. Marsada-sada bulung songon halak nalungun- : Sisada-sada/sada sabutuha lungunan tandiang nahapuloan
  89. Sibane-bane lili so sumungkar : Nalambok.
  90. Silumaksa ijur : Uta uta ni tohuk, sira.
  91. Mangungkit sibonggaron : Pabalik uma.
  92. Mambuat sidumuhut : Marbabo.
  93. Sipatuduhon luha sipapatar pangea, tanduk mambu : Nungga gok harorangon, sotampil sipasingot, soboi siajaron.
  94. Sanjongkal bulu dua dopaan tolong, poga-poga : Sian etek nahansit
    diulu pinagodang ni sidangolan
  95. Namardingdinghon dolok namarhorihorihon ombun : Taripar dolok simanamun dilangit sihadaoan Taripar tao silumallan.
  96. Lombu-lombu nabidang tula-tula ni hapal, : Tarhirim ibana.
    tungkot dinalandit huat-huat dinagolap.
  97. Hais tujolo tandak tupudi, lombu panguge : Dipajolo anangkonna
    horbo panampar